Minggu, 16 Oktober 2011

Buku Pendidikan Karakter

















Rubrik : Tren Buku

Judul : Desain Pendidikan Karakter, Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan
Penulis: Dr. Zubaedi M. Ag M. Pd
Penerbit: Kencana Prenada Media Group
Cetakan : 1, 2011
Tebal : 408 Halaman
ISBN : 978-602-8730-85-3



MEMPERKUAT PENDIDIKAN KARAKTER:
DENGAN POLA KOLABORATIF DAN INTEGRATIF

Oleh:
Endang Kartikowati
(Pengelola Rumah Baca Nabahan Pustaka Bengkulu)

Persoalan karakter menjadi bahan pemikiran sekaligus keprihatinan bersama dikarenakan negara ini telah menderita krisis karakter. Krisis karakter ini telah merambah luas baik pada kalangan anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Di kalangan anak-anak dan remaja ditandai dengan meningkatnya pergaulan seks bebas, tawuran, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, dan penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, perkosaan, perampasan, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana karena tindakan-tindakan tersebut telah menjurus ke arah kriminal. Perilaku orang dewasa juga setali tiga uang, antara lain ditandai senang dengan mudahnya tersulut tawuran, konflik dan kekerasan, praktek korupsi yang merajalela, perselingkuhan dan sebagainya.
Kondisi krisis dan dekadensi moral ini menandakan bahwa seluruh pengetahuan agama dan moral yang pernah dikaji di bangku sekolah ternyata tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Bahkan yang terlihat adalah begitu banyaknya manusia Indonesia yang tidak konsisten, lain yang dibicarakan, dan lain pula tindakannya. Menurut sebagian pengamat, krisis moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia meliputi: krisis kejujuran, krisis tanggung jawab, tidak berpikir jauh ke depan, krisis disiplin, krisis kebersamaan, krisis keadilan. Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Demoralisasi terjadi karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif.
Di tengah-tengah pencarian format pendidikan karakter yang ideal untuk anak-anak yang tumbuh dan berkembang pada era globalisasi, hadirnya buku ini akan menambah referensi buku-buku pendidikan karakter yang sudah beredar sebelumnya. Terbitnya buku ini akan bisa menjawab sejumlah permasalahan seperti: makna dan urgensi pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, serta format pembelajaran pendidikan karakter dengan model pembelajaran kooperatif.

Akar Penyebab
Zubaedi mengungkap bahwa pendidikan telah memberikan kontribusi terhadap terjadi krisis karakter bangsa. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata sedangkan aspek soft skils atau nonakademik sebagai unsur utama pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung diabaikan. Saat ini, ada kecenderungan bahwa target-target akademik masih menjadi tujuan utama dari hasil pendidikan, seperti halnya Ujian Nasional (UN), sehingga proses pendidikan karakter masih sulit dilakukan.
Praktik pendidikan yang semestinya memperkuat aspek karakter atau nilai-nilai kebaikan sejauh ini hanya mampu menghasilkan berbagai sikap dan perilaku manusia yang nyata-nyata malah bertolak belakang dengan apa yang diajarkan. Dicontohkan bagaimana pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan agama pada di masa-masa lalu adalah dua jenis mata pelajaran tata nilai, yang ternyata tidak berhasil menanamkan sejumlah nilai moral dan humanisme ke dalam pusat kesadaran siswa. Bahkan merujuk hasil penelitian Afiyah, dkk. (2003), materi yang diajarkan oleh pendidikan agama termasuk di dalamnya bahan ajar akhlak, cenderung terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif), sedangkan pembentukan sikap (afektif) dan pembiasaan (psikomotorik) sangat minim. Pembelajaran pendidikan agama lebih didominasi oleh transfer ilmu pengetahuan agama dan lebih banyak bersifat hafalan tekstual, sehingga kurang menyentuh aspek sosial mengenai ajaran hidup yang toleran dalam bermasyarakat dan berbangsa.
Buku menjelaskan bahwa aspek-aspek yang lain yang ada dalam diri siswa, yaitu aspek afektif dan kebajikan moral kurang mendapatkan perhatian. Koesoema menegaskan bahwa persoalan komitmen dalam mengintegrasikan pendidikan dan pembentukan karakter merupakan titik lemah kebijakan pendidikan nasional.
Atas kondisi demikian, semua orang sepakat mengatasi persoalan kemerosotan dalam dimensi karakter ini. Para pembuat kebijakan, dokter, pemuka agama, pengusaha, pendidik, orang tua, dan masyarakat umum, semua menyuarakan kekhawatiran yang sama. Kita memang harus khawatir. Setiap hari berita-berita berisi tragedi yang mengejutkan dan statistik mengenai anak-anak membuat kita tercengang, khawatir, dan berusaha mencari jawaban atas persoalan tersebut.
Penulis buku mengakui bahwa persoalan karakter atau moral memang tidak sepenuhnya terabaikan oleh lembaga pendidikan. Akan tetapi dengan fakta-fakta seputar kemerosotan karakter pada sekitar kita menunjukan bahwa ada kegagalan pada institusi pendidikan kita dalam hal menumbuhkan manusia Indonesia yang berkarakter atau berakhlak mulia. Hal ini karena apa yang diajarkan di sekolah tentang pengetahuan agama dan pendidikan moral, belum berhasil membentuk manusia yang berkarakter. Padahal apabila kita tilik isi dari pelajaran agama dan moral, semuanya bagus, dan bahkan kita bisa memahami dan menghafal apa maksudnya. Untuk itu, kondisi dan fakta kemerosotan karakter dan moral yang terjadi menegaskan bahwa para guru yang mengajar mata pelajaran apa pun harus memiliki perhatian dan menekankan pentingnya pendidikan karakter pada para siswa.
Selain itu, dalam masa-masa penuh persoalan seperti sekarang ini, orang tua perlu berusaha keras dalam ikut mendidik karakter ataupun moral anak-anaknya agar mereka bisa berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan norma-norma moralitas. Pendidikan karakter perlu dimulai dengan penanaman pengetahuan dan kesadaran kepada anak akan bagaimana bertindak sesuai nilai-nilai moralitas, sebab jika anak tidak tahu bagaimana bertindak, perkembangan moral mereka akan terganggu. Lagi pula telah kita ketahui bahwa karakter dapat dilihat dari ”tindakan” bukan hanya dari pemikiran. Dengan meningkatkan kecerdasan moral anak, diharapkan mereka tidak hanya berpikir dengan benar, tetapi juga bertindak benar dan diharapkan juga akan terbangunnya karakter yang kuat. Cara terbaik mengembangkan kemampuan karakter atau moral anak merupakan langkah paling tepat melindungi kehidupan moralnya sekarang dan selamanya.
Pola Kolaboratif dan Integratif
Zubaedi berpendapat bahwa terpuruknya karakter bangsa semestinya mendorong seluruh elemen masyarakat untuk mengambil inisiatif dalam memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pemerintah memang sudah menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai arus utama pembangunan nasional. Hal ini tercermin pada misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. Namun lagi-lagi, inisiatif ini rasanya belum bernilai apa-apa jika dihadapkan dengan begitu kompleksitas problem kemerosotan karakter bangsa. Untuk itu, menurut penulis buku, pendidikan karakter perlu dilaksanakan secara kolaboratif dengan melibatkan institusi keluarga (bapak, ibu, kakak, paman, nenek dan kakek); seluruh komponen sekolah baik kepala sekolah, semua guru dan staf, para tokoh agama, tokoh adat, pemimpin politik, dan media massa Pendidikan karakter merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat. Nilai-nilai luhur tersebut berasal dari teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai-nilai social budaya, ajaran agama, pancasila dan UUD 1945 serta UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan praktik nyata dalam kehidupan sehari-sehari.
Menurut pandangan sang penulis, praktik pendidikan karakter di sekolah bukan hanya menjadi tanggungjawab mata pelajaran Agama atau Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Selama ini ada kesan mata pelajaran yang lain hanya mengajarkan pengetahuan sesuai dengan bidangnya ilmu, teknologi atau seni. Padahal seharusnya proses pembelajaran nilai-nilai karakter diintegrasikan di dalam setiap mata pelajaran atau mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Pendidikan karakter pada dasarnya melekat pada setiap mata pelajaran karena setiap mata pelajaran pada dasarnya memiliki nilai-nilai karakter yang harus dilalui dan dicapai siswa. Hanya saja, sebagian besar guru tidak menyadari bahwa ada nilai-nilai yang dapat membentuk karakter siswa. Untuk itu, perlu menumbuhkan kesadaran bagi setiap guru apapun pelajarannya untuk ikut melakukan pendidikan karakter.
Ada banyak cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam mata pelajaran, antara lain: mengungkapkan nilai-nilai yang dikandung dalam setiap mata pelajaran, pengintegrasian nilai-nilai karakter secara langsung ke dalam mata pelajaran, menggunakan perumpamaan dan membuat perbandingan dengan kejadian-kejadian serupa dalam hidup para siswa, mengubah hal-hal negatif menjadi nilai positif, mengungkapakan nilai-nilai melalui diskusi dan brainstroming, menggunakan cerita untuk memunculkan nilai-nilai, menceritakan kisah hidup orang-orang besar, menggunakan lagu-lagu dan musik untuk mengintegrasikan nilai-nilai, menggunakkann drama untuk melukiskan kejadian-kejadian yang berisikan nilai-nilai, menggunakan berbagai kegiatan seperti kegiatan amal, kunjungan sosial, field trip atau outboud dan klub-klub kegiatan untuk memunculkan nilai-nilai kemanusiaan.
Untuk pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam semua mata pelajaran membutuhkan kerjasama sinergis-kolaboratif antara semua mata pelajaran dalam mendidik karakter peserta didik. Peran dan fungsi mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarga-negaraan (PKn dalam membangun akhlak atau moral perlu mendapatkan dukungan dan penguatan dari mata pelajaran yang lain seperti pendidikan jasmani (olahraga), IPS, IPA (sains), dan matematika. Atas pertimbangan ini, semua mata pelajaran perlu didesain dengan bermuatan penguatan karakter siswa.
Pengajaran Nilai Kejujuran
Dalam pandangan Zubaedi, bukan bermaksud meremehkan nilai-nilai karakter yang lain, nilai kejujuran dianggap perlu mendapat prioritas dalam pendidikan karakter saat ini mengingat kejujuran sudah semakin menipis, padahal tolok ukur dan fondasi kehidupan bagi seseorang, sebuah keluarga, masyarakat dan negara adalah faktor kejujuran. Mengutip formulasi Stephen Covey dalam buku Speed of Trust tentang Hasil kerja , dia merumuskan bahwa Result (R1) adalah Initiave (I) dikalikan Execution (E) (R1 = I x E), jika komponen ini kemudian ditambah nilai kejujuran maka proses eksekusi atau pelaksanaan semakin cepat dalam hal ini formula menjadi R1 = I x E x T (Trust). Nilai kejujuran merupakan nilai fundamental yang diakui oleh semua orang sebagai tolak ukur kebaikan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya, bagaimanapun pintarnya, bagaimanapun berwibawa dan bijaksanannya seseorang jika dia tidak jujur pada akhirnya tidak akan diakui orang sebagai pemimpin yang baik atau bahkan dicap menjadi manusia yang tidak baik. Untuk itu, marilah kita menjadikan nilai kejujuran menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan. Menghargai kebhinekaan adalah sikap positif yang harus dibangun dalam diri semua warga Indonesia. Perbedaan bukan sumber konflik tetapi sebagai bagian kekayaan modal budaya yang seharusnya dapat dikelola sebagai potensi bagi pengembangan karakter bangsa yang berbudaya. Sikap saling menghargai dan menghormati harus dibangun sejak usia dini.

-----------------------

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Trim Ilmunya Pak Dr. Kalau diperkenankan dikasih bukunya....Karakter untuk koleksi dari teman sedesamu...Dr. Swidarto, S.Pd. M.M.

Unknown mengatakan...

Assalamu alaikum Pak Dr. Zubaidi, M.Ag., M.Pd. Apakah masih di IAIN Bengkulu atau skrg sudah pindah ...dari Dr. Swidarto, S.Pd. M.M...teman dari kampung....

daegangagliardi mengatakan...

MGM Grand in Las Vegas - JMT Hub
MGM Grand in Las Vegas, NV. 안양 출장안마 The MGM Grand Casino 안양 출장샵 Hotel 경상북도 출장안마 & Spa is a popular destination 전라남도 출장안마 for 계룡 출장안마 entertainment. Located on the Las Vegas Strip, it's a